Header Ads

  • Teranyar

    Kewajiban Membantu Orang Islam yang Tertindas

    Kewajiban Membantu Orang yang Tertindas

    Beberapa bulan terakhir, perhatian dunia tertuju pada kasus pembantaian Muslim Rohingya oleh militer Myanmar. Tanpa belas kasihan, saudara-saudara kita di sana dihabisi. Tak peduli itu anak-anak, wanita, maupun orang tua. Akibatnya, ribuan orang tewas dan puluhan ribu lainnya mengungsi ke berbagai negara tetangga.

    Bermacam-macam tanggapan muncul dari berbagai pihak. Ada yang turut prihatin, mengecam, mengirim bantuan, hingga mengirim relawan. Bahkan, ada pula yang acuh tak acuh; berpura-pura seakan tak terjadi apa-apa.
    Lantas, apa yang seharusnya kita lakukan untuk saudara-saudara kita di sana? Bagaimana seharusnya tanggapan kita selaku sesama muslim? Mungkin, penjelasan berikut ini bisa memberikan jawaban.

    Pada masa Rasulullah saw, kejadian serupa pernah terjadi. Sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur’an surah an-Nisa’ (4):

    وَمَا لَكُمۡ لَا تُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلۡمُسۡتَضۡعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلۡوِلۡدَٰنِ ٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَخۡرِجۡنَا مِنۡ هَٰذِهِ ٱلۡقَرۡيَةِ ٱلظَّالِمِ أَهۡلُهَا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيّٗا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا ٧٥

    “Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah swt dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dan penolong dari sisi Engkau!" {QS. An-Nisa’ (4): 75}

    Ayat di atas menceritakan kejadian pasca ditekennya perjanjian antara Rasulullah saw dan utusan Kafir Quraish (Suhail bin Amr) di Hudaibiyah, yang menyebabkan banyak orang-orang mukmin yang tidak bisa hijrah karena dampak dari notula perjanjian tersebut. Mereka yang tertahan di Mekah harus menghadapi siksaan dan hinaan dari Kafir Quraish.

    Allah saw lalu memerintahkan Umat Islam untuk berperang menyelamatkan orang-orang tersebut. Hal itu bisa kita ketahui dari kalimat wa mâ lakum lâ tuqâtilûna hingga akhir ayat yang merupakan pertanyaan (istifhâm). Yang mana, pertanyaan tersebut bertujuan untuk menyangkal suatu perbuatan (istfhâm inkârî). Sehingga, yang dimaksud dari redaksi ayat diatas adalah “yang seharusnya kalian lakukan adalah berperang” yang juga diartikan sebagai perintah berperang.[1]

    Maka dari itu, jihad untuk menegakkan agama Allah swt  dan menyelamatkan orang-orang mukmin yang tertindas oleh orang kafir wajib hukumnya walau harus mengorbankan nyawa sendiri.[2] Namun, wajib di sini bukanlah fardlu ‘ain, melainkan fardlu kifayah. Bila sudah ada sebagian yang mengerjakan, maka yang lain tidak berdosa.

    Adapun yang dimaksud dengan mustadl’afîn adalah orang-orang mukmin yang tertahan di Mekah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Dan termasuk diantaranya al-Walid bin al-Walid, Salamah bin Hisham, dan Ayyash bin Abi Rabi’ah.[3] Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang artinya, “Ya Allah, Selamatkanlah al-Walid bin Walid, Salamah bin Hisyam, Ayyash bin Abi Rabi’ah, dan orang-orang lemah dari kalangan mukminin.”[4]

    Dan yang dimaksud dengan al-Qaryah adz-dzâlim ahluha adalah Kota Mekah. Mengenai alasan mengapa penduduk Mekah pada masa itu disebut zalim, ulama menjelaskan dua kemungkinan. Pertama, karena mereka menyekutukan Allah swt sebagaimana dalam al-Qur’an yang artinya, “sesungguhnya mempersekutukan (Allah swt) adalah benar-benar kezaliman yang besar” {QS. Luqman (31): 13}. Kedua, karena mereka menyiksa orang-orang mukmin yang ada di sana.[5]

    Dari penjelasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa tanggapan yang semestinya dilakukan adalah dengan mengirimkan relawan ke Rohingya untuk menyelamatkan saudara-saudara kita di sana. Karena sebagaimana sudah diketahui bersama, usaha-usaha melalui jalur diplomatis tidak memberikan dampak yang signifikan.

    Bila memang tidak dimungkinkan untuk mengirimkan relawan dikarenakan beberapa faktor; dilarang pemerintah misalnya, kita bisa mengirimkan bantuan finansial dan logistik. Sebab, ketika membantu mereka dengan mempertaruhkan nyawa dihukumi wajib, membantu mereka mereka secara finansial tentu lebih wajib lagi, karena mengorbankan harta lebih ringan dibandingkan mengorbankan nyawa.[6]

    Baru ketika berangkat untuk menolong atau pun menyumbangkan harta sama-sama tidak memungkinkan, yang bisa kita lakukan adalah mendoakan mereka dan turut merasa prihatin. Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi saw dalam hadits yang telah disebutkan sebelumnya.

    Seperti itulah seharusnya tanggapan kita selaku sesama Umat Islam. Bukannya berpura-pura tak terjadi apa-apa, atau bahkan menggembosi semangat orang yang ingin membantu. Karena yang demikian tidak sesuai dengan jati diri kita selaku Umat Islam. Karena, Umat Islam seharusnya bagaikan satu bangunan yang kokoh, saling menguatkan satu sama lain. Sebagaimana yang disabdakan oleh Baginda Nabi saw yang artinya, “Seorang Mukmin kepada Mukmin yang lain tak ubahnya bangunan. Satu sama lain saling menguatkan.[7]Wallâhu a’lam.

    Ubaidillah al-Akhro/Aktifis Kajian Tafsir-Hadis



    [1] Ibnu ‘Âsyur at-Tunîsî, at-Tahrîr wat-Tanwîr, Surah an-Nisâ’ (4): 75
    [2] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar, Syamsuddin al-Qurthuby, al-Jâmi’ li Ahkâmil-Qur’ân, Surah an-Nisâ’ (4): 75
    [3] Ibid
    [4] Lihat Shahih al-Bukhari Hadis No. 804,1006, 2932, dan 3386. Shahih Muslim Hadis No. 294 dan 295. Shahih Ibnu Hibban Hadis No. 615,617, dan 621. Dll.
    [5] Abu Hafsh Umar bin Ali bin Adil ad-Dimisyqi, al-Lubâb fî Ulûmil-Kitâb, Surah an-Nisâ’ (4): 75
    [6] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar, Syamsuddin al-Qurthuby, al-Jâmi’ li Ahkâmil-Qur’ân, Surah an-Nisâ’ (4): 75
    [7] Lihat Shahih al-Bukhari Hadis No. 2266 dan 5567. Shahih Muslim, Hadis No. 2585 dan 2597. Dll.

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    ad728

    Post Bottom Ad

    ad728